Kitab 1 Samuel mencatat transisi dari kepemimpinan hakim ke monarki di Israel, berfokus pada tokoh-tokoh utama seperti Samuel, Saul, dan Daud. Samuel, sebagai nabi dan hakim terakhir, memimpin Israel melawan Filistin. Saul, raja pertama, ditolak Tuhan karena ketidaktaatan, sementara Daud, yang diurapi sebagai raja baru, menghadapi berbagai tantangan dan pengkhianatan sebelum Saul tewas dalam pertempuran, membuka jalan bagi Daud untuk naik takhta.
Rangkuman Lengkap Kitab 1 Samuel: Dari Hakim Terakhir ke Raja Pertama
Pengantar: Memahami Konteks 1 Samuel
Kitab 1 Samuel adalah jembatan krusial dalam sejarah bangsa Israel. Kitab ini mencatat transisi besar dari masa kepemimpinan para hakim—pemimpin karismatik yang diangkat Tuhan secara sporadis—ke era monarki atau kerajaan. Latar waktunya adalah sekitar abad ke-11 SM, sebuah periode yang penuh gejolak politik dan ancaman militer, terutama dari bangsa Filistin yang kuat.
Secara naratif, kitab ini berpusat pada tiga tokoh utama yang saling terkait: Samuel, hakim terakhir dan nabi besar; Saul, raja pertama Israel yang tragis; dan Daud, gembala yang diurapi menjadi raja dan menjadi standar bagi semua raja setelahnya. Melalui kisah mereka, kitab ini menjelajahi tema-tema penting seperti ketaatan, konsekuensi dosa, kedaulatan Tuhan dalam memilih pemimpin, dan arti sejati dari kepemimpinan yang saleh. Membaca 1 Samuel adalah seperti menyaksikan drama epik tentang iman, kegagalan, dan anugerah Tuhan yang tak pernah putus.
Bagian 1: Samuel – Sang Nabi dan Hakim Terakhir (Pasal 1-7)
Kisah dimulai dengan seorang perempuan mandul bernama Hana. Dengan hati yang hancur, ia berdoa kepada Tuhan di Silo, tempat Tabut Perjanjian berada, dan bernazar jika ia dikaruniai seorang anak laki-laki, ia akan menyerahkannya untuk melayani Tuhan seumur hidupnya. Doanya dijawab. Lahirlah Samuel, yang namanya berarti "diminta dari Tuhan." Sesuai janjinya, setelah selesai disapih, Hana membawa Samuel kecil untuk melayani di bawah bimbingan Imam Besar Eli.
Namun, kondisi spiritual Israel sedang merosot. Eli adalah seorang imam yang baik, tetapi ia gagal mendisiplinkan kedua putranya, Hofni dan Pinehas, yang juga menjabat sebagai imam. Mereka korup, tidak menghormati Tuhan, dan melecehkan persembahan kurban. Akibatnya, Tuhan menolak keluarga Eli. Pada suatu malam, Tuhan memanggil Samuel yang masih muda dan memberitahukan kepadanya hukuman yang akan menimpa keluarga Eli. Inilah awal pelayanan Samuel sebagai nabi.
Nubuat itu tergenapi secara dramatis. Dalam pertempuran melawan bangsa Filistin di Afek, Israel mengalami kekalahan telak. Mereka membawa Tabut Perjanjian ke medan perang sebagai jimat, tetapi itu tidak menolong. Hofni dan Pinehas tewas, dan yang lebih mengerikan, Tabut Perjanjian dirampas oleh musuh. Ketika kabar ini sampai kepada Eli, ia jatuh dari kursinya, patah lehernya, dan mati.
Bangsa Filistin membawa Tabut Perjanjian ke kuil dewa mereka, Dagon. Namun, kehadiran Tuhan mendatangkan malapetaka. Patung Dagon ditemukan tersungkur dan hancur di hadapan Tabut, dan wabah penyakit sampar melanda kota-kota Filistin. Setelah tujuh bulan yang penuh penderitaan, orang Filistin yang ketakutan memutuskan untuk mengembalikan Tabut itu ke Israel.
Dua puluh tahun kemudian, Samuel telah dewasa dan menjadi pemimpin yang dihormati di seluruh Israel. Ia memanggil bangsa itu untuk bertobat dari penyembahan berhala dan kembali kepada Tuhan. Di bawah kepemimpinannya, Israel berhasil mengalahkan Filistin di Mizpa, sebuah kemenangan yang menegaskan peran Samuel sebagai hakim dan penyelamat yang diutus Tuhan.
Bagian 2: Saul – Raja Pertama yang Ditolak (Pasal 8-15)
Ketika Samuel menjadi tua, bangsa Israel melihat bangsa-bangsa lain di sekitar mereka yang memiliki raja. Mereka merasa membutuhkan seorang raja untuk memimpin mereka dalam peperangan dan memberikan stabilitas politik. Mereka datang kepada Samuel dan menuntut, "Berikanlah kami seorang raja untuk memerintah kami." Permintaan ini menyedihkan hati Samuel dan Tuhan, karena itu berarti mereka menolak Tuhan sebagai Raja mereka yang sejati. Namun, Tuhan memerintahkan Samuel untuk menuruti permintaan mereka, tetapi juga untuk memperingatkan mereka tentang konsekuensi memiliki raja—pajak yang berat, wajib militer, dan perampasan hak milik.
Pilihan Tuhan jatuh pada Saul, seorang pemuda dari suku Benyamin yang tinggi perawakannya dan berasal dari keluarga terpandang. Samuel mengurapi Saul secara pribadi, dan kemudian ia diperkenalkan kepada seluruh bangsa dan diakui sebagai raja. Awal pemerintahan Saul tampak menjanjikan. Ia menunjukkan keberanian dan kepemimpinan yang hebat saat memimpin Israel meraih kemenangan gemilang atas bangsa Amon yang menindas. Putranya, Yonatan, juga seorang pejuang yang gagah berani, turut membantunya dalam peperangan melawan Filistin.
Namun, karakter Saul yang sesungguhnya mulai terungkap. Kelemahannya adalah ketidaksabaran dan ketidaktaatan pada perintah Tuhan. Pertama, saat menghadapi tekanan dari tentara Filistin yang besar, Saul tidak sabar menunggu Samuel datang untuk mempersembahkan kurban. Ia lancang melakukannya sendiri, sebuah tugas yang hanya boleh dilakukan oleh seorang imam. Karena itu, Samuel memberitahukan bahwa kerajaannya tidak akan bertahan lama.
Kesalahan fatal kedua dan yang terakhir terjadi saat Tuhan memerintahkannya melalui Samuel untuk memusnahkan bangsa Amalek sepenuhnya—termasuk raja mereka, Agag, dan semua ternak mereka. Saul mengalahkan Amalek, tetapi ia melanggar perintah itu. Ia membiarkan Raja Agag hidup dan mengambil ternak yang terbaik sebagai jarahan, dengan dalih untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Ketika Samuel menegurnya, ia mengucapkan kata-kata yang terkenal: "Apakah Tuhan berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan." Sejak saat itu, Tuhan menolak Saul sebagai raja atas Israel, dan Roh Tuhan undur daripadanya, digantikan oleh roh jahat yang mengganggunya.
Bagian 3: Daud – Gembala yang Diurapi dan Buronan (Pasal 16-31)
Sementara Saul masih berkuasa, Tuhan mengutus Samuel ke Betlehem untuk mengurapi seorang raja baru dari antara anak-anak Isai. Satu per satu anak Isai yang gagah perkasa dihadapkan kepada Samuel, tetapi Tuhan menolak mereka semua. Tuhan berkata kepada Samuel, "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." Akhirnya, dipanggillah anak bungsu, Daud, seorang gembala muda yang kemerah-merahan. Dialah yang dipilih dan diurapi Tuhan, dan sejak itu Roh Tuhan berkuasa atasnya.
Kisah Daud mulai bersinar ketika ia datang ke istana Saul. Karena diganggu oleh roh jahat, Saul membutuhkan seorang pemain kecapi untuk menenangkannya, dan Daud, yang mahir bermain musik, dipanggil untuk melayaninya. Tak lama kemudian, bangsa Filistin kembali menantang Israel, kali ini dengan seorang juara raksasa bernama Goliat. Selama empat puluh hari, tidak ada seorang pun prajurit Israel yang berani menghadapinya. Daud, yang datang untuk menjenguk kakak-kakaknya di medan perang, tergerak oleh imannya kepada Tuhan. Dengan hanya bersenjatakan umban dan batu, ia maju menghadapi Goliat dan mengalahkannya, menjadi pahlawan nasional dalam sekejap.
Kemenangan ini membuat Daud sangat populer. Para perempuan menyanyikan, "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." Pujian ini membangkitkan iri hati dan kebencian yang mendalam di hati Saul. Sejak saat itu, Saul terobsesi untuk membunuh Daud. Ia berulang kali mencoba menombak Daud saat ia bermain kecapi dan merencanakan berbagai siasat untuk menjebaknya dalam pertempuran.
Namun, tidak semua orang di keluarga Saul membenci Daud. Yonatan, putra Saul, menjalin persahabatan yang luar biasa erat dengan Daud. Ia mengasihi Daud seperti dirinya sendiri, melindunginya dari kemarahan ayahnya, dan bahkan rela melepaskan haknya atas takhta demi Daud.
Daud terpaksa melarikan diri dan hidup sebagai buronan. Ia mengumpulkan sekelompok orang yang setia kepadanya dan bersembunyi di gua-gua dan padang gurun. Dalam pelariannya, Daud menunjukkan karakter yang luar biasa. Dua kali ia mendapat kesempatan untuk membunuh Saul, tetapi ia menolak melakukannya, karena ia menghormati Saul sebagai "orang yang diurapi Tuhan." Ia juga menunjukkan kebijaksanaan saat berhadapan dengan Nabal, seorang kaya yang bodoh, dan kemudian menikahi istri Nabal yang bijaksana, Abigail. Dalam keputusasaannya, ia bahkan sempat mencari perlindungan di antara musuh Israel, yaitu di Gat, kota orang Filistin yang dipimpin Raja Akhis.
Kisah 1 Samuel berakhir dengan tragis bagi Saul. Dalam pertempuran terakhir yang menentukan melawan Filistin di Gunung Gilboa, pasukan Israel kalah telak. Yonatan dan dua saudara laki-lakinya tewas. Saul sendiri, yang terluka parah dan tidak ingin ditangkap hidup-hidup oleh musuh, memilih untuk bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya ke atas pedangnya. Kitab ini ditutup dengan kematian raja pertama Israel, membuka jalan bagi naiknya Daud ke takhta, sebuah kisah yang akan dilanjutkan dalam Kitab 2 Samuel.
Kitab 2 Raja-Raja mencatat kejatuhan kerajaan Israel dan Yehuda, dengan fokus pada pelayanan nabi Elisa dan Yesaya. Kisah ini menggambarkan kemerosotan spiritual, penyembahan berhala, dan konsekuensi tragis dari ketidaksetiaan umat Tuhan. Kerajaan Israel jatuh ke tangan Asyur, sementara Yehuda mengalami reformasi di bawah raja-raja seperti Hizkia dan Yosia, tetapi akhirnya juga hancur di bawah Kekaisaran Babel.
Kitab 1 Tawarikh ditulis setelah kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, berfungsi untuk meneguhkan identitas dan harapan mereka. Fokus utama adalah garis keturunan yang sah, penggambaran Daud sebagai raja ideal, dan pentingnya pembangunan Bait Suci. Silsilah yang panjang menegaskan identitas bangsa, sementara narasi tentang pemerintahan Daud menunjukkan persatuan dan ibadah yang benar sebagai dasar harapan bagi masa depan Israel.
Kitab 1 Raja-Raja mencatat sejarah Israel dari pemerintahan Raja Daud hingga pelayanan Nabi Elia, menggambarkan kemegahan dan perpecahan kerajaan. Raja Salomo memimpin Israel ke puncak kejayaan dengan membangun Bait Suci, tetapi ketidaktaatannya menyebabkan kemarahan Tuhan dan perpecahan kerajaan setelah kematiannya. Kerajaan terpecah menjadi Israel dan Yehuda, dengan konflik dan kemerosotan rohani yang mendominasi. Nabi Elia muncul untuk menantang penyembahan Baal yang dipromosikan oleh Raja Ahab dan Izebel, culminating in a dramatic confrontation on Mount Carmel.