Barukh dan Surat Nabi Yeremia

Kitab Barukh dinamai menurut Barukh bin Neria, juru tulis dan sahabat setia Nabi Yeremia. Latar belakang kitab ini adalah masa pembuangan bangsa Yahudi di Babel. Kitab ini berisi campuran materi, termasuk doa, pengakuan dosa, dan puisi penghiburan bagi orang Yahudi yang diasingkan. Surat Nabi Yeremia (atau Barukh bab 6) ditulis sebagai surat peringatan yang diatribusikan kepada Nabi Yeremia, ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang akan dibawa ke pembuangan di Babel.

Nov 13, 2025

Rangkuman Kitab Barukh dan Surat Nabi Yeremia

notion image

Bagian 1: Informasi Penting & Wawasan

Berikut adalah poin-poin kunci untuk memahami konteks kedua tulisan ini:

Kitab Barukh

  • Status: Termasuk dalam kitab Deuterokanonika. Diterima sebagai kanon dalam Gereja Katolik dan Ortodoks.
  • Penulis: Atribusi (secara tradisi) kepada Barukh bin Neria, sahabat dan juru tulis setia Nabi Yeremia.
  • Latar Waktu: Utamanya berlatar pada masa Pembuangan Babilonia (setelah 587 SM).
  • Inti Cerita: Dimulai dengan pengakuan dosa yang mendalam oleh umat di pembuangan. Mereka menyadari penderitaan mereka adalah akibat langsung dari ketidaktaatan pada Taurat. Kitab ini kemudian beralih menjadi pujian agung kepada Kebijaksanaan (yang disamakan dengan Taurat) dan diakhiri dengan nubuat penghiburan yang kuat untuk Yerusalem.
  • Tokoh Kunci: Barukh, Raja Yekhonya (Yoyakhin), Imam Besar Yoyakim (putra Hilkia), Nebukadnezar dan Belsyazar (Raja Babel yang didoakan oleh para buangan).
  • Ayat Kunci:
    • Barukh 3:36: "Dialah Allah kita, dan tiada yang lain dapat disamakan dengan Dia." (Penegasan monoteisme).
    • Barukh 4:1: "Itulah kitab perintah-perintah Allah, dan hukum yang ada untuk selama-lamanya. Semua yang berpegang padanya akan hidup, tetapi yang meninggalkannya akan mati." (Kebijaksanaan = Taurat).
  • Hikmah (Teologi): Penderitaan (pembuangan) adalah konsekuensi adil dari dosa (penolakan terhadap Taurat). Namun, jalan menuju pemulihan selalu terbuka melalui pertobatan yang tulus dan kembalinya umat kepada Kebijaksanaan Allah (Hukum-Nya).

Surat Nabi Yeremia (Sering menjadi Barukh Pasal 6)

  • Status: Juga Deuterokanonika. Dalam banyak Alkitab Katolik (termasuk Vulgata), surat ini ditempatkan sebagai pasal keenam (terakhir) dari Kitab Barukh.
  • Penulis: Atribusi (secara tradisi) kepada Nabi Yeremia.
  • Tujuan: Ditulis sebelum pembuangan, sebagai peringatan bagi orang-orang yang akan diangkut ke Babilonia.
  • Inti Cerita: Ini adalah peringatan keras dan satire (sindiran tajam) yang menyerang penyembahan berhala. Isinya mengulang-ulang ejekan terhadap berhala buatan Babilonia.
  • Pesan Utama: Jangan tertipu oleh penampilan luar berhala (emas, perak, pakaian mewah). Mereka hanyalah benda mati buatan tangan manusia. Mereka tidak bisa bicara, berjalan, melihat, atau menyelamatkan diri sendiri, apalagi menyelamatkan penyembahnya.
  • Ayat Kunci: Barukh 6:15 (atau 6:16 di beberapa versi): "Oleh karena itu tahulah kamu, bahwa mereka bukanlah allah; maka janganlah kamu takut kepada mereka." (Diulang dalam berbagai bentuk).
  • Hikmah (Teologi): Menjaga kemurnian iman di tengah budaya asing yang dominan. Berhala (dulu dan sekarang) tidak memiliki kuasa apa pun; hanya Tuhan yang esa yang hidup dan layak disembah.

Bagian 2: Rangkuman Naratif Isi Kitab

Berikut adalah alur cerita dari kedua kitab ini, disajikan seolah-olah Anda membacanya secara langsung.

Kitab Barukh (Pasal 1-5)

Kisah dimulai di Babilonia, lima tahun setelah Yerusalem dihancurkan. Barukh membacakan sebuah gulungan tulisan di hadapan Raja Yekhonya dan semua orang buangan lainnya. Mendengar isi tulisan itu, mereka semua menangis, berpuasa, dan berdoa. Mereka sadar bahwa malapetaka ini menimpa mereka karena dosa-dosa mereka.
Sebagai tanda pertobatan, mereka mengumpulkan perak untuk dikirim kembali ke Yerusalem. Perak itu diserahkan kepada Imam Besar Yoyakim bin Hilkia, dengan pesan agar mereka mempersembahkan kurban di mezbah Tuhan. Mereka juga meminta agar para imam di Yerusalem mendoakan mereka, bahkan mendoakan Raja Nebukadnezar dan putranya Belsyazar, agar mereka dapat hidup tenang di bawah pemerintahan Babel.
Selanjutnya, kitab ini berisi doa pengakuan dosa yang panjang dan khusyuk. Umat Israel mengakui di hadapan Tuhan bahwa mereka dan bapa leluhur mereka telah berdosa. Mereka keras kepala dan tidak mau mendengarkan para nabi, termasuk peringatan yang telah ditulis oleh Musa. Mereka mengakui bahwa Tuhan itu adil; pembuangan dan penderitaan ini adalah hukuman yang setimpal. Setelah pengakuan yang jujur itu, mereka memohon belas kasihan Tuhan. Mereka meminta Tuhan untuk mengingat janji-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, serta memulihkan mereka demi nama-Nya yang besar.
Setelah doa pertobatan, fokus beralih pada sumber masalah: mengapa Israel gagal? Jawabannya adalah karena mereka telah meninggalkan Kebijaksanaan. Kitab ini mempersonifikasikan Kebijaksanaan sebagai sesuatu yang agung, yang dicari oleh semua raja di bumi tetapi tidak ditemukan. Lalu, Barukh menyatakan sebuah kebenaran fundamental: Kebijaksanaan yang agung itu tidak lain adalah Taurat (Hukum) yang telah Allah berikan kepada Israel. "Inilah kitab perintah Allah," tulisnya. Keselamatan dan kehidupan hanya ditemukan dengan kembali berpegang pada Taurat itu.
Kitab Barukh ditutup dengan nada penghiburan yang luar biasa. Yerusalem, yang digambarkan sebagai seorang ibu yang meratapi kehilangan anak-anaknya (para buangan), kini disapa oleh Allah. Ia diminta untuk "menanggalkan pakaian perkabungan dan kesengsaraan" (Bar 5:1) dan mengenakan "pakaian keindahan" dari kemuliaan Allah. Allah berjanji akan mengumpulkan kembali anak-anaknya dari timur dan barat. Allah sendiri yang akan memimpin mereka pulang dalam kemuliaan, meratakan setiap gunung tinggi dan mengisi setiap lembah, sehingga Israel dapat berjalan pulang dengan aman di bawah naungan kemuliaan-Nya.

Surat Nabi Yeremia (Barukh Pasal 6)

Surat ini adalah pesan terpisah dari Yeremia, yang ditujukan kepada umat Israel sebelum mereka dibawa ke Babilonia. Ini adalah peringatan yang sangat mendesak tentang apa yang akan mereka hadapi di sana. Yeremia memperingatkan bahwa mereka akan tinggal di pembuangan untuk waktu yang sangat lama, "sampai tujuh keturunan".
Di Babel, mereka akan melihat pemandangan yang mencengangkan: dewa-dewa yang terbuat dari perak, emas, dan kayu, diarak dalam upacara megah. Yeremia berpesan, "Apabila kamu melihat orang banyak menyembah mereka... katakanlah dalam hatimu: Hanya Engkau yang harus disembah, ya Tuhan!"
Sisa surat ini adalah rentetan ejekan yang tajam dan sistematis terhadap berhala-berhala itu. Yeremia membedah ketidakberdayaan mereka satu per satu. Berhala itu harus digotong karena tidak bisa berjalan. Mereka dilapisi emas murni, tetapi para imamnya sendiri yang membersihkan debu dari wajah berhala itu, menunjukkan bahwa berhala itu bahkan tidak bisa menjaga kebersihannya sendiri. Mereka tidak bisa melindungi diri dari karat, rayap, atau bahkan pencuri.
Yeremia menyoroti kebobrokan para imam berhala, yang mengambil emas dari patung untuk kepentingan pribadi mereka. Ia menunjukkan bahwa berhala itu tidak bisa bicara, mata mereka penuh debu, dan kelelawar serta burung bisa hinggap di kepala mereka tanpa ada yang mengusir. Mereka tidak bisa merasakan, tidak bisa menolong, tidak bisa menghukum orang jahat, dan tidak bisa memberkati orang baik.
Yeremia menutup dengan menyatakan bahwa berhala-berhala itu tidak lebih dari kayu pahatan yang dibungkus kain. Mereka sama sekali tidak berkuasa. Jauh lebih baik menjadi orang benar yang buta (secara fisik) daripada menyembah patung buta (secara hakikat). Oleh karena itu, kesimpulannya jelas: jangan pernah takut kepada mereka, dan jangan pernah menyembah mereka.