Siapa Manusia?

Di tengah luasnya semesta, siapakah manusia? Apakah kita sekadar kumpulan atom yang kebetulan sadar, atau ada sesuatu yang jauh lebih agung dalam desain keberadaan kita?

Dec 13, 2025

Siapa Manusia? Antara Citra Ilahi dan Realitas Dosa

notion image
Di tengah luasnya semesta, siapakah manusia? Apakah kita sekadar kumpulan atom yang kebetulan sadar, atau ada sesuatu yang jauh lebih agung dalam desain keberadaan kita?
Katekismus Gereja Katolik (KGK) memberikan jawaban yang berani dan mendalam. Manusia bukanlah produk kecelakaan kosmik. Kita menempati posisi unik di persimpangan dua dunia: dunia materi dan dunia roh. Dalam episode ini, kita akan menyelami paradoks eksistensi manusia sebagai makhluk yang dimahkotai kemuliaan, namun sekaligus terluka.

1. Imago Dei: Diciptakan Serupa dengan Allah

Pernyataan pembuka Kitab Kejadian menggema sepanjang sejarah teologi: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita" (Kej 1:26).
Katekismus (KGK 355-357) menegaskan bahwa dari semua ciptaan yang kelihatan, hanya manusia yang "mampu mengenal dan mencintai Penciptanya." Inilah yang disebut Imago Dei (Citra Allah).
Apa implikasi konkretnya?
  • Bukan Sekadar "Sesuatu", Melainkan "Seseorang": Kita bukan objek. Manusia adalah subjek yang mampu sadar akan dirinya sendiri, mampu memberikan diri secara bebas, dan mampu menjalin persekutuan dengan orang lain.
  • Akal Budi dan Kehendak Bebas: Seperti Allah yang berakal budi dan bebas, kita dianugerahi kemampuan untuk mencari kebenaran dan memilih kebaikan. Inilah dasar dari martabat kita yang tak tergantikan.

2. Kesatuan Jiwa dan Badan

Sering kali ada kesalahpahaman bahwa tubuh itu "jahat" dan jiwa itu "suci". Pandangan ini ditolak oleh Gereja.
KGK 362-365 mengajarkan bahwa manusia adalah kesatuan jiwa dan badan.
  • Tubuh Kita Mulia: Tubuh manusia mengambil bagian dalam martabat "citra Allah". Tubuh inilah yang menjadi bait Roh Kudus.
  • Jiwa yang Rohani: Jiwa manusialah yang menghidupkan tubuh menjadi materi yang hidup. Jiwa ini diciptakan langsung oleh Tuhan (bukan hasil evolusi biologis semata) dan bersifat kekal; ia tidak binasa saat kematian memisahkan jiwa dari tubuh.
Jadi, menjadi manusia berarti menjadi makhluk rohani yang menubuh. Kita menghormati tubuh kita bukan karena narsisme, tetapi karena tubuh ini adalah sarana kita memuliakan Tuhan.

3. Keadaan Asali: Harmoni yang Hilang

Sebelum drama kejatuhan manusia, Katekismus melukiskan keadaan manusia pertama dalam Kekudusan dan Keadilan Asali (KGK 374-379).
Ini adalah kondisi "firdaus" yang bukan sekadar taman yang indah, melainkan keadaan harmoni total:
  • Harmoni dengan Tuhan (persahabatan akrab).
  • Harmoni dengan diri sendiri (tidak ada konflik batin).
  • Harmoni dengan sesama (relasi laki-laki dan perempuan yang murni).
  • Harmoni dengan alam semesta.
Dalam keadaan ini, manusia tidak harus mengalami penderitaan dan kematian.

4. Jatuh dalam Dosa: Tragedi Kebebasan

Namun, realitas yang kita hadapi sekarang berbeda. Kita melihat perang, ketidakadilan, dan kejahatan di mana-mana. Mengapa?
Katekismus (KGK 385-409) menjelaskan realitas Dosa Asal. Manusia, yang dicobai oleh si jahat, menyalahgunakan kebebasannya. Inti dari dosa ini adalah ketidakpercayaan dan kesombongan. Manusia ingin menjadi seperti Allah, tetapi tanpa Allah.
Akibatnya fatal:
  • Harmoni Rusak: Hubungan dengan Tuhan terputus, hubungan antarmanusia diwarnai ketegangan dan dominasi, dan alam menjadi asing bagi manusia.
  • Kecenderungan Berbuat Dosa (Concupiscentia): Sifat manusia tidak hancur total, tetapi "luka". Akal budi menjadi gelap, kehendak menjadi lemah. Kita sering kali tahu apa yang baik, tapi sulit melakukannya.
  • Kematian: Masuknya maut dalam sejarah manusia.

Penutup: Harapan di Tengah Puing

Kisah manusia tidak berakhir dalam tragedi kejatuhan. Segera setelah dosa terjadi, Tuhan tidak meninggalkan manusia dalam kuasa maut.
Kabar baiknya dan ini inti iman kita adalah bahwa Dosa Asal bukanlah kata akhir. Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Roma 5:20). Misteri manusia yang "terluka" ini nantinya akan disembuhkan dan diangkat lebih tinggi lagi oleh Manusia Baru: Yesus Kristus.
Nantikan pembahasan selanjutnya: Misteri Yesus Kristus, Mengapa Tuhan harus menjadi manusia untuk menyelamatkan kita?