Yohanes

Injil Yohanes adalah kitab dalam Perjanjian Baru yang keempat dan merupakan kesaksian tentang kehidupan, pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Injil ini dikenal berbeda dari tiga Injil lainnya karena secara unik menekankan keilahian Yesus sebagai Anak Allah dan memuat banyak materi yang tidak ditemukan di Injil lain, seperti peristiwa di Yudea dan Yerusalem serta ajaran Yesus tentang "Aku adalah".

Nov 18, 2025

RANGKUMAN INJIL YOHANES: Injil tentang Firman yang Menjadi Manusia

Marienaltar des Sir John Donne of Kidwelly, rechter Flügel: Evangelist Johannes
Marienaltar des Sir John Donne of Kidwelly, rechter Flügel: Evangelist Johannes
Dokumen ini menyajikan intisari Injil Yohanes, dibagi menjadi fakta-fakta kunci untuk konteks dan rangkuman naratif yang mengalir, kini dengan penjelasan yang lebih mendalam.

BAGIAN 1: FAKTA KUNCI & WAWASAN KITAB

Poin-poin berikut memberikan landasan untuk memahami kedalaman teologis Injil ini:
  • Penulis Tradisional: Yohanes, anak Zebedeus, salah satu dari dua belas rasul. Ia tidak pernah menyebut namanya sendiri, melainkan menggunakan sebutan "murid yang dikasihi Yesus". Ini adalah identitas yang berpusat pada hubungannya dengan Kristus, dan tradisi kuat mengidentifikasinya sebagai Rasul Yohanes.
  • Waktu Penulisan: Diperkirakan sekitar tahun 90-100 M. Penulisannya yang paling akhir, puluhan tahun setelah ketiga Injil Sinoptik, memungkinkan adanya refleksi teologis yang sangat mendalam mengenai pribadi dan kodrat Yesus, terutama keilahian-Nya.
  • Tujuan Penulisan: Dinyatakan secara eksplisit di Yohanes 20:31, "Tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya." Fokusnya adalah membawa pembaca kepada iman yang menyelamatkan.
  • Gaya & Karakteristik: Sangat berbeda dari Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas). Injil ini sangat teologis, simbolis, dan meditatif. Tidak ada perumpamaan naratif (seperti Anak Hilang), tidak ada pengusiran setan, dan fokusnya pada dialog-dialog panjang serta khotbah-khotbah mendalam. Injil ini sering menggunakan dualisme (terang/gelap, atas/bawah, roh/daging) untuk menjelaskan realitas rohani.
  • Struktur Unik: Dapat dibagi menjadi dua bagian besar:
      1. Kitab Tanda-tanda (Bab 1-12): Menyajikan tujuh mukjizat ("tanda") yang dipilih secara khusus, seperti mengubah air menjadi anggur atau membangkitkan Lazarus. Setiap tanda berfungsi sebagai jendela untuk mengungkapkan identitas dan kemuliaan ilahi Yesus.
      1. Kitab Kemuliaan (Bab 13-21): Fokus bergeser pada Perjamuan Malam Terakhir, wejangan perpisahan, dan berpuncak pada Sengsara, Wafat, dan Kebangkitan. Bagi Yohanes, salib bukanlah kekalahan, melainkan "ditinggikan"—momen puncak kemuliaan, penobatan, dan kembalinya Yesus kepada Bapa.
  • Inti Teologi: Menekankan Keilahian Yesus (Kristologi Tinggi). Yesus diperkenalkan sebagai "Firman" (Logos) yang abadi, yang pra-ada bersama Allah sejak kekekalan dan adalah Allah sendiri (Yoh 1:1). Ciri khasnya adalah tujuh pernyataan "AKULAH" (Ego Eimi), yang secara sadar menggemakan nama ilahi Allah (YHWH) di Kitab Keluaran (Kel 3:14), misalnya: "Akulah Roti Hidup", "Akulah Terang Dunia", "Akulah Kebangkitan dan Hidup".
  • Ayat Emas: Yohanes 3:16, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

BAGIAN 2: RANGKUMAN NARATIF INJIL YOHANES

Kisah dimulai bukan dari bumi, melainkan dari kekekalan: "Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah" (Yoh 1:1). Injil ini langsung menegaskan keilahian Kristus. Puncak dari prolog ini adalah Inkarnasi: "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita" (Yoh 1:14). Di bumi, Yohanes Pembaptis tampil di sungai Yordan, bukan sebagai terang itu, melainkan sebagai saksi utama yang berseru, "Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia!" (Yoh 1:29). Kesaksian kenabian ini mendorong dua murid Yohanes Pembaptis mengikuti Yesus. Salah satunya, Andreas, segera mencari saudaranya, Simon, dan membawanya kepada Yesus. Yesus memandang Simon dan memberinya nama baru: Kefas (yang berarti Petrus, "batu karang"). Keesokan harinya, Yesus memanggil Filipus, yang kemudian mengajak Natanael (secara tradisi dianggap sebagai Bartolomeus). Meski awalnya skeptis ("Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"), Natanael menjadi percaya setelah Yesus menyatakan bahwa Ia telah melihatnya di bawah pohon ara sebelum dipanggil, sebuah pengakuan yang membuat Natanael berseru, "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!"
Tanda (mukjizat) pertama Yesus terjadi di pesta perkawinan di Kana, Galilea. Saat tuan rumah kehabisan anggur, Ibu Yesus (Maria, yang tidak pernah disebut namanya dalam Injil ini, hanya "Ibu" atau "perempuan") menunjukkan keyakinannya dengan memberitahu Putranya. Ia lalu berkata kepada para pelayan, "Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, buatlah itu!" (Yoh 2:5). Yesus mengubah air pembasuhan—simbol penyucian lama—menjadi anggur berkualitas tinggi, simbol kelimpahan Mesianik. Ini adalah "tanda" pertama yang menyatakan kemuliaan-Nya. Yesus kemudian pergi ke Yerusalem untuk Paskah dan menyucikan Bait Allah dengan mengusir para pedagang, sebuah tindakan profetik yang menyatakan tubuh-Nya sendiri sebagai Bait sejati yang akan diruntuhkan dan dibangun kembali dalam tiga hari. Di sana, Ia didatangi pada malam hari oleh Nikodemus, seorang pemimpin agama Farisi. Yesus mengajarkan kepadanya tentang perlunya "dilahirkan kembali" (atau "dilahirkan dari atas") dari air dan Roh, sebuah konsep yang sulit dipahami oleh pemikiran manusiawi Nikodemus namun esensial untuk melihat Kerajaan Allah.
Dalam perjalanan pulang ke Galilea, Yesus sengaja melintasi Samaria—wilayah yang dihindari orang Yahudi—dan bertemu seorang Perempuan Samaria di sumur Yakub. Percakapan mereka mendobrak berbagai batasan sosial dan teologis. Yesus menawarkan "air hidup" (Roh Kudus) yang memuaskan dahaga rohani selamanya. Ia mengungkapkan dosa-dosa perempuan itu dengan belas kasih, dan akhirnya menyatakan diri-Nya secara terbuka sebagai Mesias ("Akulah Dia"), membuat perempuan itu menjadi misionaris pertama yang membawa seluruh kotanya untuk percaya. Kembali di Galilea, Yesus menyembuhkan anak seorang pegawai istana dari jarak jauh hanya dengan sabda-Nya, tanda imannya. Di Yerusalem, pada hari Sabat, Yesus menyembuhkan seorang lumpuh yang telah sakit 38 tahun di kolam Betesda, yang memicu konflik hebat dengan pemimpin Yahudi karena Ia dianggap melanggar Sabat dan, lebih serius lagi, "menyamakan diri-Nya dengan Allah." Menjelang Paskah berikutnya, Ia melakukan tanda besar: memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan, lalu berjalan di atas air. Namun, ketika Ia mengajarkan makna teologis di baliknya—bahwa Diri-Nya adalah "Roti Hidup" yang turun dari surga dan orang harus memakan tubuh-Nya dan meminum darah-Nya (sebuah diskursus Ekaristi yang mendalam)—ajaran ini dianggap "keras". Akibatnya, banyak pengikut-Nya mengundurkan diri, namun Petrus, mewakili Kedua Belas Rasul, meneguhkan iman mereka: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal."
Yesus terus mengajar di Yerusalem pada Hari Raya Pondok Daun, tempat di mana ketegangan semakin memuncak. Di sana, para ahli Taurat membawa seorang wanita yang kedapatan berzina untuk menjebak-Nya. Dengan penuh hikmat, Yesus membungkuk dan menulis di tanah, lalu berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempar batu" (Yoh 8:7). Satu per satu para penuduh pergi, dan Yesus, yang satu-satunya berhak menghukum, justru mengampuni wanita itu. Ia juga menyembuhkan seorang orang buta sejak lahir pada hari Sabat dengan mengoleskan lumpur ke matanya. Kesembuhan fisik ini menjadi ironi tajam yang mengungkap kebutaan rohani para pemimpin Farisi. Yesus kemudian menyatakan diri sebagai "Gembala yang Baik" yang mengenal domba-domba-Nya dan memberikan nyawa bagi mereka, kontras dengan para "pencuri" yang hanya mementingkan diri sendiri.
Ketegangan memuncak ketika teman dekat Yesus, Lazarus, sakit dan meninggal di Betania. Yesus sengaja menunda kedatangan-Nya. Ia disambut oleh Marta dan Maria, saudari-saudari Lazarus. Kepada Marta, Yesus memberikan pernyataan agung: "Akulah kebangkitan dan hidup." Yesus, meskipun tahu Ia akan membangkitkannya, tetap menangis—menunjukkan keilahian dan kemanusiaan-Nya yang sejati. Ia kemudian berseru di depan kubur, membangkitkan Lazarus yang sudah empat hari mati. Mukjizat besar ini tidak bisa disangkal dan menjadi tanda pamungkas yang mendorong banyak orang percaya, namun juga memantapkan tekad Imam Besar Kayafas dan Sanhedrin, yang memutuskan bahwa Yesus harus mati demi bangsa itu, agar otoritas mereka tidak terancam.
Enam hari sebelum Paskah, Maria (saudari Lazarus) mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu yang sangat mahal, sebuah tindakan kasih pemborosan yang dipahami Yesus sebagai persiapan untuk penguburan-Nya. Tindakan ini dikritik oleh Yudas Iskariot—murid yang dipercaya sebagai bendahara namun sebenarnya pencuri, yang nantinya akan mengkhianati Dia. Yesus memasuki Yerusalem dengan sorak-sorai daun palem. Pada perjamuan malam terakhir (yang dalam Injil Yohanes bukan perjamuan Paskah), Yesus melakukan tindakan mengejutkan: Ia melepaskan jubah-Nya dan membasuh kaki murid-murid-Nya, sebuah pekerjaan budak, sebagai teladan tertinggi pelayanan dan kerendahan hati. Setelah Yudas pergi untuk mengkhianati-Nya, Yesus memberikan "Perintah Baru": "Supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yoh 13:34). Ia memberikan wejangan perpisahan yang panjang, menjanjikan Penghibur (Roh Kudus) yang akan mengajar dan mengingatkan mereka, dan memanjatkan "Doa Imam Agung" (Yoh 17) yang agung, mendoakan perlindungan dan kesatuan murid-murid-Nya di masa depan.
Di taman seberang sungai Kidron, Yesus ditangkap oleh pasukan yang dipimpin Yudas. Saat Yesus berkata "Akulah Dia" (Ego Eimi), para prajurit terjatuh ke tanah, menunjukkan kuasa ilahi-Nya bahkan saat Ia menyerahkan diri. Ia dibawa ke hadapan Hanas (mertua Kayafas), lalu Kayafas, dan akhirnya ke gubernur Romawi, Pontius Pilatus. Di pengadilan, terjadi dialog sengit antara Pilatus yang sinis ("Apakah kebenaran itu?") dan Yesus yang adalah Kebenaran itu sendiri. Pilatus tidak menemukan kesalahan pada-Nya, tetapi tertekan oleh massa yang dihasut, yang lebih memilih membebaskan seorang pemberontak bernama Barabas. Setelah disesah dan dimahkotai duri, Pilatus menghadapkan Yesus yang terluka kepada rakyat ("Ecce Homo—Lihatlah Manusia itu"), namun akhirnya menyerahkan-Nya untuk disalib.
Yesus memikul salib-Nya sendiri ke Golgota. Di kayu salib, Yesus melihat Ibu-Nya dan "murid yang dikasihi-Nya". Dalam tindakan adopsi rohani, Ia menyerahkan Ibu-Nya kepada murid itu ("Inilah ibumu!"), menjadikannya ibu bagi semua orang percaya. Mengetahui semua sudah genap, Yesus berkata, "Sudah selesai," lalu menundukkan kepala dan menyerahkan nyawa-Nya (Yoh 19:30). Untuk memastikan kematian, seorang prajurit menikam lambung-Nya dengan tombak; segera darah dan air mengalir keluar—sebuah kesaksian yang oleh tradisi Gereja dipahami sebagai lambang sakramen Ekaristi (darah) dan Pembaptisan (air) yang mengalir dari lambung Kristus, sang Bait Allah yang baru. Yusuf dari Arimatea (anggota Sanhedrin yang diam-diam percaya) dan Nikodemus (yang kini tampil di siang hari membawa ratusan kati rempah-rempah) mengambil jenazah-Nya dan memakamkan-Nya di kubur baru.
Pada hari pertama minggu itu, saat masih gelap, Maria Magdalena datang ke kubur dan mendapati batu penutup telah diambil. Ia berlari memberitahu Petrus dan murid yang dikasihi, yang kemudian berlomba lari ke kubur. Murid yang dikasihi tiba lebih dulu, melihat, dan percaya. Mereka pulang, tetapi Maria Magdalena tetap menangis di luar kubur. Yesus menampakkan diri kepadanya, tetapi Maria mengira Ia penjaga taman sampai Yesus memanggil namanya, "Maria!" Maria berseru "Rabuni!" (Guru), menjadi saksi kebangkitan pertama dan "Rasul bagi para Rasul". Malam itu, Yesus menampakkan diri kepada para murid yang bersembunyi di ruang terkunci, menghembuskan Roh Kudus kepada mereka dan memberi kuasa pengampunan dosa. Tomas tidak hadir dan menolak percaya sebelum melihat bekas paku. Seminggu kemudian, Yesus hadir lagi dan mengundang Tomas menyentuh luka-Nya. Tomas berseru dengan pengakuan iman tertinggi dalam Injil: "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yoh 20:28).
Bab terakhir (Epilog) mengisahkan penampakan Yesus di Danau Tiberias. Para murid, yang kembali ke kehidupan lama mereka sebagai penjala ikan, tidak mendapat apa-apa sepanjang malam. Atas perintah Yesus di pantai, mereka menebarkan jala dan menangkap 153 ekor ikan besar, sebuah mukjizat yang melambangkan Gereja. Di tepi pantai, Yesus telah menyediakan sarapan roti dan ikan bakar. Setelah makan, Yesus secara pribadi memulihkan Petrus. Ia bertanya kepada Petrus tiga kali, "Apakah engkau mengasihi Aku?" Pertanyaan tiga kali ini secara lembut memulihkan penyangkalan Petrus yang tiga kali. Setiap jawaban "ya" dari Petrus diikuti dengan perintah baru: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Injil ditutup dengan pernyataan bahwa masih banyak hal lain yang diperbuat Yesus, yang jika dituliskan satu per satu, dunia ini tidak akan memuat semua kitab yang harus ditulis itu.